Reportase ASWAJA KLATEN 29 Agustus 2013 Kelurahan Kauman, Kecamatan Polan, didatangi oleh masyarakat pecinta sholawatan di Klaten dan sekitarnya. Bukan tanpa alasan, ratusan orang yang rata-rata mengenakan pakaian putih tersebut mendatangi Kelurahan Polan untuk menghadiri pengajian Halal Bihalal yang diadakan oleh Remaja Islam Dukuh Sribit, Kauman. Selain untuk mendendangkan maulid bersama grub rebana Fatahilah, mereka datang untuk mendengarkan tausiyah yang akan disampaikan oleh Habib Naufal bin Muhammad Alaydrus dari Surakarta.
Sesaat sebelum Habib Naufal berceramah, tokoh masyarakat setempat menceritakan persoalan yang tengah dihadapi oleh warga. Persoalan yang dimaksud yaitu adanya larangan penyelenggaraan tahlilan di masjid oleh beberapa oknum. “Kata mereka, tahlilan itu mengotori masjid,” demikian kata sang tokoh masyarakat.
Merespon apa yang diuraikan oleh perwakilan dari masyarakat Kauman, Habib Naufal menyatakan jika oknum yang berani membubarkan tahlilan merupakan orang-orang yang meresahkan masyarakat.
“Setiap masyarakat di Indonesia bebas beribadah berdasarkan keyakinannya,” tegas pimpinan Majelis Dzikir dan Ilmu Ar-Raudhoh tersebut. Oleh karena negara menjamin kebebasan warganya untuk menjalankan aktivitas keagamaan yang diyakininya. Habib Naufal menghimbau untuk melaporkan oknum yang masih berani membubarkan tahlilan kepada polisi. Selain itu, ia juga mengharapkan ketegasan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk melindungi masyarakat pecinta tahlilan, sholawatan, yasinan, dan praktik ibadah lain yang sudah mendarah daging.
Menurut Habib Naufal, tidak ada masalah dengan orang yang tidak senang tahlilan. Yang menjadi persoalan ialah adanya oknum anti-tahlilan yang memaksa orang lain untuk memiliki faham yang sama dengannya. Bahkan, akhir-akhir ini muncul orang-orang yang dengan lantang berani menyatakan orang yang tahlilan sebagai ahli neraka. Sebaliknya, bagi yang senang tahlilan, Habib Naufal juga menghimbau untuk tidak memaksakan kesenangannya tersebut kepada orang lain.
Dalam kesempatan tersebut, Habib Naufal juga menyatakan kekaguman kepada NU dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang toleran.
“Muhammadiyah nggak ngruweti (membuat susah) orang NU yang senang tahlilan, orang NU juga nggak ngruweti orang Muhammadiyah yang tidak tahlilan,” tegas sang habib.
“Sekarang sudah bukan zamannya lagi bilang ini bid’ah itu bid’ah. Sekarang saatnya ngurusi yang belum sholat agar mau sholat, ngurusi yang sama orang tuanya belum baik agar berbakti kepada orang tuanya,” tambah Habib Naufal.
Selain merespon keluhan masyarakat, dalam acara Halal Bihalal tersebut Habib Naufal juga menguraikan tentang keutamaan orang bisa memaafkan orang yang paling dibencinya. Bahkan, ia meminta hadirin untuk membiasakan tidur dengan kondisi hati yang bebas dari dendam.
“Jika kita senang memaafkan orang lain, tentu Allah akan senang memafkan kita,” ungkap murid Habib Anis tersebut.
Habib Naufal juga membahas tentang keikhlasan ibunda Nabi Ismail AS yang rela ditinggal di tengah gurun sahara karena Nabi Ibrahim memenuhi perintah Allah SWT. Padahal, pada saat itu Nabi Ismail AS masih bayi. Menurutnya, itu merupakan cermin wanita solehah yang memiliki totalitas kepasrahan kepada Allah SWT.
Istri Nabi Ibrahim tersebut yakin, jika ia dan anaknya akan diurus oleh Allah SWT. Keyakinan tersebut berbuah nyata, sehingga ia dan Nabi Ismail AS dapat hidup.
Sebagai penutup, Habib Naufal bin Muhammad Alaydrus meminta hadirin untuk menyanyikan tembang Lir Ilir yang diciptakan oleh salah satu dari Wali Songo. Tembang tersebut menurutnya merupakan buah dari internalisasi ajaran Islam yang merasuk dalam diri sang wali. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika tenang ketika menembangkannya.
Sumber : NU.OR.ID
Sesaat sebelum Habib Naufal berceramah, tokoh masyarakat setempat menceritakan persoalan yang tengah dihadapi oleh warga. Persoalan yang dimaksud yaitu adanya larangan penyelenggaraan tahlilan di masjid oleh beberapa oknum. “Kata mereka, tahlilan itu mengotori masjid,” demikian kata sang tokoh masyarakat.
Merespon apa yang diuraikan oleh perwakilan dari masyarakat Kauman, Habib Naufal menyatakan jika oknum yang berani membubarkan tahlilan merupakan orang-orang yang meresahkan masyarakat.
“Setiap masyarakat di Indonesia bebas beribadah berdasarkan keyakinannya,” tegas pimpinan Majelis Dzikir dan Ilmu Ar-Raudhoh tersebut. Oleh karena negara menjamin kebebasan warganya untuk menjalankan aktivitas keagamaan yang diyakininya. Habib Naufal menghimbau untuk melaporkan oknum yang masih berani membubarkan tahlilan kepada polisi. Selain itu, ia juga mengharapkan ketegasan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama untuk melindungi masyarakat pecinta tahlilan, sholawatan, yasinan, dan praktik ibadah lain yang sudah mendarah daging.
Menurut Habib Naufal, tidak ada masalah dengan orang yang tidak senang tahlilan. Yang menjadi persoalan ialah adanya oknum anti-tahlilan yang memaksa orang lain untuk memiliki faham yang sama dengannya. Bahkan, akhir-akhir ini muncul orang-orang yang dengan lantang berani menyatakan orang yang tahlilan sebagai ahli neraka. Sebaliknya, bagi yang senang tahlilan, Habib Naufal juga menghimbau untuk tidak memaksakan kesenangannya tersebut kepada orang lain.
Dalam kesempatan tersebut, Habib Naufal juga menyatakan kekaguman kepada NU dan Muhammadiyah sebagai ormas Islam yang toleran.
“Muhammadiyah nggak ngruweti (membuat susah) orang NU yang senang tahlilan, orang NU juga nggak ngruweti orang Muhammadiyah yang tidak tahlilan,” tegas sang habib.
“Sekarang sudah bukan zamannya lagi bilang ini bid’ah itu bid’ah. Sekarang saatnya ngurusi yang belum sholat agar mau sholat, ngurusi yang sama orang tuanya belum baik agar berbakti kepada orang tuanya,” tambah Habib Naufal.
Selain merespon keluhan masyarakat, dalam acara Halal Bihalal tersebut Habib Naufal juga menguraikan tentang keutamaan orang bisa memaafkan orang yang paling dibencinya. Bahkan, ia meminta hadirin untuk membiasakan tidur dengan kondisi hati yang bebas dari dendam.
“Jika kita senang memaafkan orang lain, tentu Allah akan senang memafkan kita,” ungkap murid Habib Anis tersebut.
Habib Naufal juga membahas tentang keikhlasan ibunda Nabi Ismail AS yang rela ditinggal di tengah gurun sahara karena Nabi Ibrahim memenuhi perintah Allah SWT. Padahal, pada saat itu Nabi Ismail AS masih bayi. Menurutnya, itu merupakan cermin wanita solehah yang memiliki totalitas kepasrahan kepada Allah SWT.
Istri Nabi Ibrahim tersebut yakin, jika ia dan anaknya akan diurus oleh Allah SWT. Keyakinan tersebut berbuah nyata, sehingga ia dan Nabi Ismail AS dapat hidup.
Sebagai penutup, Habib Naufal bin Muhammad Alaydrus meminta hadirin untuk menyanyikan tembang Lir Ilir yang diciptakan oleh salah satu dari Wali Songo. Tembang tersebut menurutnya merupakan buah dari internalisasi ajaran Islam yang merasuk dalam diri sang wali. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika tenang ketika menembangkannya.
Sumber : NU.OR.ID
0 comments:
Post a Comment